Bau Manis
![]() |
Photo by Shutterstock |
Haaah… akhirnya jam lima juga.
Beberapa bulan yang lalu aku baru lulus dari sebuah perguruan tinggi swasta yang cukup ternama di Bandung, meski letaknya tidak masuk dalam peta kota Bandung. 4 tahun ‘pas’ aku sudah berjuang demi sebuah gelar dibelakang namaku (yang jarang aku pamerkan meski nilai tugas akhirku A, loh ini pamer juga) dengan gelar itu aku bisa wisuda dan membuat Mama menangis bahagia dan Ayah semangat untuk berburu jas untuk hadir pada wisudaku meski pada akhirnya dia memilih untuk menggunakan batik.
Sejak saat itu aku langsung bekerja, sudah 2 bulan lebih aku bekerja di salah satu perusahaan milik BUMN yang berada di Jalan Medan Merdeka Selatan. Setiap hari aku pergi – pulang dengan Commuter Line dari rumahku yang berada di emperan Jakarta, karena belum ada transportasi umum yang mampu mengalahkan kecepatan dari Commuter Line yang hanya butuh waktu sekitar 25 – 35 menit dari Bintaro ke Tanah Abang. Eeeh sebentar ya, ada telfon nih.
“Halo?”
“Oh iya, udah didepan ya? Sebentar ya. Saya segera turun.”
Biasaaaa…abang tukang ojek yang dipesen pake aplikasi. Gaya euy tiap sore gue ada yang jemput sama nelpon. Hehehe mumpung promo goceng. Nanti kita lanjut lagi.
………..
Aku melirik jam tangan yang melilit di sebelah tangan kananku, jarum jam menunjukkan pukul lima lewat 33 menit. Sambil menunggu kereta yang selanjutnya, aku mengeluarkan headset dan memasangnya ke lubang yang tersedia di Smartphone ku. Aku selalu memilih untuk masuk di gerbong wanita setiap naik Commuter Line karena aku tahu kalau aku adalah tipe perempuan yang tidak akan bisa menahan ekspresi wajah dan tatapan saat mencium bau yang tidak sedap, seperti bau ketiak bapak – bapak. EWHH! It’s so disgusting.
Namun hari ini sepertinya hari sialku. Sang masinis telat menarik tuas rem nya, dan posisiku berdiri tepat di pintu gerbong campuran. Aku ingin pindah barisan, tapi apa daya, dibelakangku sudah ada 4 lapis manusia yang ingin berebut masuk kedalam Commuter Line. Baiklah, mungkin ini memang sudah jalan takdirku.
Pintu pun terbuka, dorongan datang dari orang yang ingin keluar, dan juga orang yang ingin masuk. Aku berusaha tetap bertahan di pinggir pintu agar bisa masuk sebagai yang pertama saat orang – orang sudah selesai turun. Perjuanganku pun dimulai! Aku bertekad untuk bisa mendapatkan tempat duduk, karena aku tidak mau berhimpit – himpitan dengan para lelaki yang satu tetes keringatnya saja mampu membuat hidungku kembang kempis.
Ohmaygad! Ini gerbong baru! Ya elah kursinya pendek-pendek lagi mana kebagian duduk gue. Ha! Itu ada yang kosong
Tanpa tengok kiri – kanan aku langsung pasang pantat di kursi itu. Bayangkan, kursi tersebut hanya mampu menampung 4 orang ukuran sedang. Aku beruntung karena memiliki tubuh yang kecil dan mampu menyelinap dimanapun.
Gerbongnya lucu ya, kayak di video clipnya Pussycat Dolls yang Wait A Minute, mereka nari striptis gitu di tiang – tiang tengah gerbong. Gue jadi pengen niru. Tapi aduuuh plis deh, inget! badan lo tuh kayak kertas hvs, mau meliuk – liuk kayak gimana juga jatohnya bakal kayak hantu kertas yang ada di Nube. Mending gue tidur dulu deh ampe keretanya jalan. Daripada ngayal mulu.
Aku tidak tahu kapan tepatnya Commuter Line ini jalan karena saat aku membuka mata, aku hanya bisa melihat barisan orang yang berdempet – dempetan aku berdoa semoga aku tidak berada dalam barisan orang – orang itu. Baru saja aku ingin memejamkan mata lagi, orang yang disebelahku bergerak – gerak. Aku menoleh kearahnya, ternyata dia memberikan kursinya kepada seorang kakek. Saat aku ingin membalikkan kembali posisi kepalaku, aku melihat seorang nenek yang berdiri disamping kakek bertongkat itu, ternyata mereka sepasang suami istri. Aku berikan kursi yang aku duduki kepada nenek itu, dan dia menerima kursiku dengan baik. Inilah saatnya aku melatih pernapasanku.
Memang di dalam gerbongnya sudah tidak terlalu penuh seperti sebelumnya, tapi satu hal yang aku permasalahkan, disampingku ada dua masteng (mas – mas tenge) yang mungkin belum pernah menonton iklan Rexona atau mengenal minyak wangi. Mereka ada disebelah kiriku, maka akupun membuang muka kearah kanan yang ternyata berdiri seorang bapak – bapak yang sedang bengek dengan suara khas yang amat sangat meng-iyuh-kan. Lalu kuubah lagi pandanganku lurus dengan badanku, yang terlihat adalah punggung lelaki yang sedang mengalirkan produksi keringat layaknya air terjun Niagara.
Ya tuhan…maafkan dosaku selama ini, jangan lagi engkau berikan aku cobaan seperti ini ya tuhan. Aku tidak mampu lagi.
Akhirnya aku hanya memandang lantai gerbong Commuter Line ini. Beruntungnya, dua masteng itu turun di stasiun yang sedang di sambangi Commuter Line dan juga bapak yang sedang bengek itu. Aku juga bisa mendapat pegangan. Disampingku sekarang ada lelaki yang menggunakan jaket jeans, dengan potongan rambut rapih, sepatu trend masa kini, dan tas ransel berwarna hitam tapi aku belum melihat wajahnya karena dia sedang terlelap sambil bergelantungan, mirip seperti koala. Tapi aku tidak tertarik untuk memperhatikannya, aku lebih memilih bermain TTS untuk menaikkan level.
Ternyata Commuter Line-nya tidak berjalan dengan seimbang, aku dibuat terombang - ambing olehnya, begitu juga lelaki yang sedang tidur itu. Tubuhnya bergerak ke kanan dan ke kiri, tidak jarang tubuhnya menabrakku. Untuk sekali atau dua kali aku tidak masalah saat yang ketiga kalinya aku bisa menghindar dan pada saat itulah aku melihat wajahnya. Leh uga. Gumamku.
Meskipun badannya terombang - ambing namun dia tetap terlelap, mungkin dia letih, dan itu adalah kesempatanku untuk lebih memperhatikan wajahnya. Commuter Line bergerak lebih tidak terkendali dan aku pun harus berjuang agar tidak jatuh saat berdiri, namun beban yang harus kutahan tidak hanya berat badanku melainkan berat badan lelaki itu juga.
Aargghh…beraaaat. Sonooaaan apaa luuu. Gumamku dalam hati sambil mendorongnya kembali ke posisi semula. Ternyata dia sadar kalau aku mendorongnya dan dia terbangun, lalu kami tidak sengaja saling bertukar pandang walau hanya sepersekian detik. Aku malu.
Setelah itu, lelaki tersebut telah sepenuhnya terbangun dari tidurnya yang lelap. Asal kalian tahu saja wahai para lelaki, jarak pandang wanita lebih luas dibandingkan jarak pandang kaum lelaki, namun lelaki akan lebih fokus dan tajam dalam melihat jadi wajar saja jika aku sepenuhnya sadar kalau lelaki itu sedang memperhatikanku, disamping itu kaca jendela dari Commuter Line juga memantulkan bayangan bahwa lelaki itu mengarahkan kepalanya kesebelah kanan dengan objek yang sangat jelas yaitu aku.
Ohmaygad ohmaygad gue mesti ngapain nih? Tengsin juga diliatin kayak gini mulu. Duuuuh udah apa bang liatin adeknya. Dalam hati ku gusar, dan yang terjadi adalah aku memainkan jari – jariku, entah menjadi bentuk kelinci, burung, hati, apa sajalah yang bisa aku bentuk. Ingin sekali aku menengok kearahnya saat dia sedang memandangiku.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk melakukannya, 1..2..3..aku menoleh kesebelah kiri. Sial! Dia sudah lebih dulu balik arah, dan dia melakukan serangan balik sebelum aku siap. Dia melirik kearahku saat aku sedang memainkan bibir karena kalah cepat dengan gerakkannya. Sontak aku langsung membuang muka ku kearah yang berlawanan. Bego! Ngapain pake ngedumel dulu depan mukanya siiiiiiih? Kan jadi ke gep! Aku menghardik diriku sendiri dan menghukumnya dengan cubit – cubitan kecil di paha ku sendiri.
Lama kelamaan aku sudah bisa menikmati suasana ini, dengan bantuan cahaya – cahaya lampu malam yang terlihat dari jendela Commuter Line suasana bertambah romantis. Dari pantulan kaca jendela, aku bisa melihat kalau jarak antara kami berdua sudah semakin dekat, aku tidak tahu siapa yang memulai untuk merubah jarak sebelumnya, yang pasti kami terlihat seperti kedua orang yang saling kenal satu sama lain. Saat aku sedang tenggelam dalam bayangan kami berdua, suara pengumuman dari masinis terdengar seperti petir di tengah taman bunga yang sedang dilingkupi oleh pelangi dan awan cerah.
“Tidak lama lagi kereta akan memasuki stasiun Su******, untuk para penumpang bla bla bla bla” aku tidak ingin mendengarkan pengumuman itu. Sempat terpikir oleh ku untuk ikut turun saat lelaki itu turun juga, tapi itu adalah pikiran dangkal seorang anak SMP yang sedang dimabuk cinta, sedangkan aku adalah seorang wanita berusia 21 tahun yang hanya memiliki waktu istirahat dirumah kurang dari 7 jam dan aku tidak akan membuang – buang waktuku hanya untuk melakukan hal bodoh seperti itu, aku harus berpikir rasional. Bentak otakku kepada sang hati yang sedang dibuat terlena oleh seorang lelaki asing.
Aku hanya punya sisa waktu sekitar 5 menit untuk berdiri disampingnya. Tiba – tiba nenek yang tadi duduk di kursiku bangun.
“Silahkan mba duduk lagi. Saya udah mau turun.”
“Oh gak usah bu. Sama kok saya juga mau turun.” Balasku dengan senyum termanisku, alih – alih lelaki itu melihat juga kalau aku sedang tersenyum.
Namun nenek itu tetap berdiri didepan suaminya dan membelakangi lelaki asing itu. Baru saja aku tutup pembicaraan dengan nenek tersebut, lelaki itu membuka suaranya.
“Bu, ibu turun dimana?” tanya lelaki itu dengan sopan.
“Di Su******, adek turun dimana? Duduk disitu aja dek.” balas sang nenek.
“Oh gak usah bu. Saya turun di Ra** B**** bu.” Lelaki itu tersenyum. Ya. Aku memang memperhatikan obrolannya, jadi tidak ada satu momenpun yang aku lewatkan. Tapi untuk apa juga lelaki itu menanyakan nenek tersebut akan turun dimana? Dia mau ikut turun dengan nenek itu? Atau dia mau membantunya? Apa mungkin…dia ingin tau aku turun dimana setelah dia dengar aku bilang kalau aku juga mau turun bareng nenek tersebut? Ah itu hanya sekedar praduga ku saja.
Teng nong. “Pintu akan segera dibuka.” Lagi – lagi suara masinis yang menjengkelkan.
Tas lelaki itu masih menghalangiku, namun saat pintu benar – benar terbuka, lelaki itu membetulkan posisi tasnya. Aku menungu kakek – nenek itu turun terlebih dulu, karena aku tahu kalau kereta akan berhenti lebih lama di stasiun ini dibanding dengan stasiun yang lainnya. Ini juga merupakan kesempatan yang mungkin saja akan jadi yang terakhir untuk bertemu lagi dengan lelaki itu.
Apa gue kasih ID Line gue aja ya? IG aja deh biar dia bisa stalking gue terus nge lope – lope poto gue yg lagi cakep. Apa gue comot hapenya trs gue ketikin no gue ya? Aduh ya Allah ngapa gue jadi centil banget kayak cabe – cabean!? Maafin ya Allah. Terlalu banyak yang aku pikirkan sampai akhirnya aku hanya melakukan satu hal yang mungkin akan berakhir bahagia atau memalukan seumur hidupku.
Aku berjalan di depannya menuju pintu keluar, dua langkah sebelum aku turun, aku siap untuk melakukan rencana yang tadi sudah aku pikirkan matang – matang. 1..2..tiii…gaa… aku menoleh kearahnya dan membentuk seulas senyum tipis dibibirku dengan degup jantung yang tidak terkendali. Hasilnya?
DIA MEMANG SEDANG MEMANDANGIKU DAN SUDAH MEMASANG SENYUM MANIS TERLEBIH DULU SEBELUM AKU MELAKUKANNYA. SENYUMKU BERSAMBUT! Atau lebih tepatnya aku membalas pandangan dan senyumannya.Setelah saling bertukar senyum, aku mengangguk kecil sebelum benar – benar turun dari Commuter Line.
Aaaaaakkkk~ gue malu…tapi seneng aaaaah~~ aku berjalan keluar stasiun sambil senyam - senyum, bahkan sampai Mama menjemputku I can’t hide this smile. It’s from ear to ear.
nb: senin 21 September 2015
0 komentar